- by Admin
- 9 Desember 24
Tribratanews.surakarta.jateng.polri.go.id,Surakarta-Polresta Surakarta berhasil ungkap kasus Dugaan Tindak Pidana Persetubuhan Terhadap Anak Dibawah Umur Yang diduga dilakukan oleh Orang Tuanya Sendiri (Ayah Kandung korban).
Yang mana kejadian ini dilaporkan oleh orang tuanya sendiri( Ibu kandung korban) inisial MEP (31 Tahun) Pekerjaan Ibu Rumah Tangga merupakan Warga Jebres kota Surakarta.
Didepan wartawan Kapolresta Surakarta Kombes.Pol. Ade Safri Simanjuntak,SIK.MSi siang tadi ,Rabu (23/03/2022) mengatakan memang benar Polresta Surakarta berhasil ungkap kasus Tindak Pidana Pencabulan yang dilakukan oleh ayah Kandungnya sendiri.
“Sedangkan kejadian tersebut dilaporkan pada hari Minggu tanggal 6 Maret 2022 ke kantor SPKT Polresta Surakarta, selanjutnya tim penyidik melakukan penyelidikan, penyidikan dan selanjutnya melakukan upaya paksa penangkapan terhadap tersangka dalam kasus dimaksud,” ucap Kombes.Pol. Ade.
“Dimana untuk tindak pidana anak dibawah umur yang diduga dilakukan oleh orang tuanya atau Ayah kandungnya sendiri Ini dari hasil penyidikan yang dilakukan terhadap korban atas nama anak korban inisial EGF (13 Tahun 11 Bulan) masih pelajar yang merupakan anak kedua dari Pelaku tersebut,” ujarnya.
Menurut pengakuan korban didepan penyidik bahwa Perbuatan tersebut telah dilakukan oleh orang tuanya semenjak bulan Desember tahun 2021 namun korban tidak ingat berapa kali aksi tersebut dilakukan oleh orang tuanya sendiri.
Dan dari hasil pemeriksaan terhadap tersangka atas nama AA (36 Tahun ) pekerjaan Karyawan Swasta/ Pengamen warga Jebres kota Surakarta, Yang bersangkutan telah mengakui perbuatannya melakukan persetubuhan dengan anak kandungnya sendiri itu sebanyak 8 kali.
Kapolresta Surakarta menambahkan adapun modus operandi yang dilakukan oleh tersangka dalam melakukan aksinya itu melakukan persetubuhan terhadap anaknya sendiri dan anak ini masih dibawah umur itu dengan cara bujuk rayu atau memberikan iming-iming kepada korbannya dengan ancaman jika tidak mau menuruti kemauan tersangka ini maka korban tidak akan dipinjami HP dan HP ini menjadi penting situasi Pandemi pada saat itu ketika pembelajaran secara daring itu dilakukan maka salah satu alat-alat alat-alat untuk sarana prasarana untuk menunjang pembelajaran dari pada saat itu adalah dengan menggunakan HP dalam hal ini korban sering menggunakan HP milik ayahnya ini untuk mengikuti pembelanjaran tersebut selain itu juga memberikan kemudahan akses menggunakan sepeda motor pelaku.
“Dimana kasus ini terungkap pada saat tersangka melakukan itu saat terakhir yakni tanggal 6 Maret 2022 sekira pukul 05.00 Wib pagi hari dimana pada saat tersangka melihat putrinya ini sedang memainkan HP milik tersangka. Dan pada saat itu kembali tersangka melakukan ancaman bujuk rayu tidak akan memberikan HP apabila tidak mau menuruti kemauan pelaku,” imbuhnya.
Pasca kejadian tersebut korban menceritakan kejadian tersebut kepada teman korban, yang selanjutnya teman korban ini menyampaikan kembali kejadian ini kepada pakde korban yang merupakan kakak kandung ibu korban. Menerima informasi tersebut selanjutnya pakde korban menyampaikan kepada ibu kandung korban, setelah di klarifikasi oleh ibu kandung korban didapatkan memang benar kejadian tersebut dan selanjutnya dilaporkan ke SPKT Polresta Surakarta.
Beberapa barang bukti yang kita lakukan penyitaan adalah selimut warna merah yang digunakan tersangka saat melakukan aksinya karena didalam kamar tersebut itu tidur secara bersamaan yakni tersangka, korban, ibu kandung korban dan adik korban yang masih kecil.
Kemudian kita juga melakukan penyitaan kaos warna coklat , celana pendek warna coklat, pakaian dalam yang kesemuanya merupakan pakaian yang digunakan korban ketika tersangka ini melakukan aksinya.Selain itu penyidik juga telah mengantongi Surat hasil visum et repertum yang dikeluarkan tanggal 14 Maret tahun 2022.
Adapun pasal yang dipersangkakan kepada tersangka dalam kasus ini yaitu pasal 81 ayat 2 dan ayat 3 jo pasal 76d undang-undang Republik Indonesia nomor 17 tahun 2016 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang nomor 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak menjadi undang-undang di mana ancaman hukumannya yaitu setiap orang yang melanggar ketentuan yang dimaksud dalam pasal 76D itu setiap orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain dengan tipu muslihat serangkaian kebohongan dan membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau orang lain dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun paling lama 15 tahun dan denda paling banyak 5 milyar rupiah.
Dalam hal Tindak Pidana dimaksud tersangka juga dikenakan Pasal 81 ayat (3) bahwasanya Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dilakukan oleh Orang tua , Wali, Pengasuh anak, Pendidik, atau Tenaga kependidikan maka pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidananya.